Percayalah Padaku

 

Sudah baca buku ini belum? Anda harus baca. Buku berjudul I Am Your Coach, karya Fauziah Sulfitri, 2020, Malang, Malang : Penerbit Litera

Secara umum buku ini bercerita tentang kepemimpinan, bagaimana memimpin dengan cinta dan pengharagaan. Tulisannya sangat menarik dan gampang dipahami, mungkin karena memang buku ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis sebagai pemimpin di berbagai perusahaan serta pengalamanya sebagai profesional coach lebih dari 20 tahun. Yang lebih menarik lagi, hal-hal yang ditulis di dalamnya sebenarnya adalah banyak fenomena yang banyak kita jumpai sehari-hari dalam kehidupan berorganisasi, entah itu di perusahaan, di kantor, dan lain sebagainya. Klik banget jadinya. Serasa membuca buku harian. Hehehe

I am your Coach, not your boss. As your coach, maka saya akan membantu anda untuk berkembang, sehingga hal tersebut juga akan membantu saya untuk berkembang pula. 

"People don't care how much you know, until they know how much you care". Begitu juga seorang pemimpin, sosoknya akan lebih dihargai apabila memimpin dengan kepedulian daripada sekedar kepandaian.

Berbagai definisi tentang coaching. Berikut definisi coaching yang saya ambil dari https://id.hrnote.asia/orgdevelopment/mengenal-apa-itu-coaching-dan-manfaatnya-bagi-perusahaan-210624/. Coaching adalah metode pelatihan yang mana terdapat individu yang berpengalaman (coach) akan memberikan saran, bimbingan, kepada seseorang (coachee) untuk mengembangkan potensinya. Berbeda dengan diklat, konseling, atau mentoring, seorang coach akan membantu coachee menemukan goalnya, melalui pertanyaan, memberikan feedback, dan berperan sebagai ahli.

Suatu proses coaching tidak ada akan berjalan dengan baik apabila coachee tidak terbuka. Untuk itu, supaya proses ini dapat terlaksana dengan baik, maka harus terbangun rasa saling percaya antara coach dan coachee. Itulah pondasinya.
Pun dalam sebuah organisasi, seorang dapat menjadi coach yang baik bagi pegawainya apabila telah terbentuk rasa percaya antara atasan dan bawahan. Saya rasa, ini adalah tantangan terbesarnya. 

Berbicara tentang rasa percaya, saya jadi ingat, dulu anak pertama saya cenderung hiperaktif, mengalami speech delay, susah fokus, dan susah menerima instruksi. Mengarah ke ADHD. Karena takut tidak terkontrol, di sekitar usi 3-4 tahun saya  mengikutkannya dalam berbagai sesi terapi. Salah satu topik yang sering kami diskusikan adalah masalah mistrust. Dalam perkembangan psikologi anak, tahapan membangun trust tersebut sangatlah penting di 1000 hari pertama si anak sebagai bekal untuk menumbuhkan aras percaya diri kepada si anak. Pada intinya, trust pada anak akan terbangun apabila si anak merasa aman dan nyaman dengan lingkungannya. Bagaiamana cara membangun trust tersebut, kuncinya adalah lingkungan (bisa orang tua, nanny, dll) harus memberikan kasih sayang secara tulus, merawat dan mencukupi kebutuhannya dengan proporsional, responsif atas kebutuhan si anak, dan memberikan kesempatan kepada si anak untuk berkembang pula. Lingkungan boleh saja protektif tapi tidak boleh berlebihan. Sebaliknya, lingkungan yang ingnorance juga akan membentuk mistrust.  Masalah trust dan mistrust pada anak ini harus dipahami dengan baik oleh orangtua. 

Cerita membangun trust pada anak-anak  saya kira relevan apabila diterapkan juga di sebuah organisasi. Tiga bulan pertama dalam hubungan antara atasan dan bawahan akan sangat menentukan bertumbuhnya trust antara atasan dan bawahan tersebut. Rasa nyaman yang terbangun pada fase-fase awal tersebut akan menentukan hubungan selanjutnya. Sangat wajar apabila kita sebagai bawahan ataupun atasan akan mencari informasi mengenai seorang pemimpin atau anak buah yang akan ditugaskan bersama kita. Cerita-cerita mengenai track record seseorang tentu saja akan mempengaruhi pandangan kita terhadap seseorang. Maka tak heran, apabila hal tersebut nantinya akan mempengaruhi eskpektasi sesorang atas hadirnya atasan/bawahan baru tersebut. 
Inilah tantangannya. Ekpektasi selalu saja berkaitan dengan rasa kecewa. Apabila kita tidak bisa memenuhi ekpektasi yang dibangun, tentulah akan menghadirkan rasa kecewa. Tapi, siapa sih yang bisa selalu memenuhi harapan orang lain?

Tiga bulan pertama dalam hubungan antara atasan dan bawahan sangatlah penting untuk membangun trust antara atasan dan bawahan. Maka, pada fase awal tersebut sangat penting bagi atasan untuk mengkomunikasikan tujuannya dengan jelas. Apa visinya, apa misinya, apa yang akan dilakukannya, apa yang diharapkannya. Dalam tahapan ini, sangat penting bagi atasan untuk meminta feedback dari seluruh aggota tim. Atasan boleh saja pintarnya setinggi langit, tapi untuk di fase awal hubungan ini, menurut saja dilarang keras seorang atasan bersikap keminter. Dijamin para bawahan langsung illfeel😁

Membangun trust juga dapat dibangun dengan berusaha dengan tulus memperhatikan dan mengenal para bawahan, misalnya siapa namanya, di mana rumahnya, berapa anaknya, apa keahliannya,, ini bekal penting untuk para atasan mengawali percakapan basa- basi demi membangun trust.

Atasan yang baru bergabung di suatu tim dilarang keras untuk selalu membanding-bandingkan apa yang terjadi di tempat baru dengan organisasi lamanya. Yakinlah, setiap tim mempunyai karakter dan budaya yang unik sehingga tidak relevan apabila selalu diperbandingkan, apalagi dengan selalu memuji kinerja tempat lama dan mencibir praktek di tempat baru. Bercerita mengenai hal-hal baik dari tempat lama sih boleh-boleh saja, tapi  sebaiknya tidak memaksakan praktek di tempat lama untuk diadopsi di tempat baru.


Komentar