Mengelola Smart People untuk Memenangkan Perubahan

Buku Prof. Dr. Wibowo tentang Manajeman Perubahan ini benar2 buat aku ketawa-ketawa dan tertohok sekaligus waktu membacanya


Salah satu pembahasan yang aku suka dari buku ini adalah mengenai mengelola smart people.
Singkat ceritanya,,setiap organisasi pasti mengalami dinamika perubahan, Untuk itu, untuk bisa mengelola perubahan tersebut, organisasi mesti mempersiapkan dengan baik segala potensi yang dimilikinya sehingga resistensi akan perubahan menjadi berkurang dan semua pihak yang terlibat dalam perubahan tersebut mempunyai kerelaan, atau bahkan semangat untuk ikut berubah.

Berbicara mengenai potensi, ambil saja contoh kantor saya kerja, semua pasti setuju kalau orang-orang di dalamnya pasti orang-orang terpilih. Setidaknya, mereka yang berada di dalamnya, sudah tentu punya kualifikasi di atas standar, lolos tes PNS, ditambah lagi setelah masuk, organisasi kami termasuk yang paling unggul dalam hal pengembangan kompetensi. jadi gak salah lah,,kalau dibilang, di sini gudangnya smart people.
Tapi,,,,entah kenapa, dengan potensi sumber daya yang ada saat ini, rasanya banyak potensi yang malahan tidak berkembang. Padahal yakin deh, para smart people itu pada umumnya punya daya nalar yang tinggi, kritis, kreatif, dan dinamis. Orang-orang yang tadinya pinter, jadi tampak biasa-biasa saja terjebak dalam rutinistas dan gak 'muncul'.  Sayang, seharusnya kalau dikelola dengan baik, ini bisa menjadi aset penting yang menjadikan organisasi menjadi pemenang perubahan.

Di buku ini, setidaknya ada 2 hal yang menyebabkan smart people itu akhirnya tidak optimal. Malahan sumber resistensi atas perubahan pada organisasi tersebut datangnya dari para smart people ini sendiri. 
Faktor yang pertama, adalah faktor yang timbul dari smart people itu sendiri. Smart people umumnya punya lima karakter yang melekat : (1) experience (pengalaman); (2) education (pendidikan); (3) expertise (keahlian); (4) excelent achivement (prestasi yang unggul); dan (5) endowed abilities (kemampuan natural). Orang menjadi menjadi cerdas umumnya karena seluruh faktor tersebut ataupun kombinasi dari beberapa faktor tersebut.  Tapi,,,,kelima keunggulan tersebut ternyata malah bisa jadi penyebab smart people menjadi tidak berkembang dan bahkan sangat resisten akan perubahan.

1. Experience (pengalaman), bisa jadi pengalaman yang dimiliki smart people tidak relevan dengan kondisi saat ini atau mungkin dengan tujuan perubahan organisasi. Atau bisa saja pengalaman tersebut sudah ketinggalan zaman.  Saya ngebayanginnya ini bisa dianalogikan dengan cara saya membesarkan anak, dibandingkan dengan cara mama papa  dulu. gak boleh ini lah, itu lah,,,hehehe,,c'mon mama,,itu udah out of date banget yaa. Dunia udah maju, teknologi udah maju, zaman udah berubah. jadi gak bisa juga cara-cara yang dipake mama dulu buat diterapkan ke anak-anak jaman sekarang. Intinya, pengalaman masa lalu tidak bisa dipaksa diterapkan dengan kondisi saat ini. Kalau dipaksa, ya pasti bakalan terjadi banyak konflik di dalamnya.

2. Education (pendidikan). Semua pasti setuju kalau pendidikan itu penting. Namun menjadi sangat berbahaya ketika kita mendewakan strata pendidikan dalam pekerjaan sehari-hari. Gelar mentereng apalagi dari luar negeri, pasti bikin siapa saja jiper hanya dengar namanya saja. Tapi jangan salah, gak selamanya gelar panjang dan lulusan luar negeri punya ide ataupun pendapat yang paling baik bagi organisasi. Pun bagi smart people itu sendiri, jebakan gelar kadang-kadang secara gak sadar membuat para smart people menjadi underestimate dengan kemampuan orang lain yang pendidikannya tidak selevel dirinya. 

3. Expertise (keahlian). Ini mungkin penjelasannya hampir sama dengan masalah experience di point satu tadi. Sama halnya dengan pendidikan, seseorang yang merasa ahli di bidang tertentu mempunyai kencenderungan untuk membandingkan sebuah masalah di bidang lainnya dengan caranya memandang dalam bidang keahliannya. Membanding-bandingkan boleh saja, tapi memaksakan praktek terbaik di suatu bidang untuk diterapkan di bidang lain, rasanya bukan hal yang tepat.

4. Excelent Achievement (prestasi yang unggul). Kebanyakan smart people punya pengalaman terbaik mengenai prestasinya. Hal tersebut tentu saja sangat bagus. Tapi, akan menjadi bahaya apabila mulai timbul rasa puas atas capaian yang sudah dicapai. 

5. Endowed Ability (kemampuan natural). Secara gampangnya, kemampuan natural ini ditunjukkan dengan IQ yang sangat tinggi. Kesadaran bahwa dirinya punya kemampuan di atas rata-rata, akan membawa kecenderungan bahwa smart people tersebut akan melihat dirinya selalu lebih unggul dan superior dibandingkan dengan orang lain.

Merangkum kelima karakteristik yang bisa menjadi jebakan dari smart people tersebut, mungkin saya bisa merangkumnya dengan satu kata. orang pinter cenderung KEMINTER. hehehe. Inilah yang menjadikan smart people umumnya malah sangat resisten untuk berubah.

Faktor kedua yang turut menjadikan smart people cenderung resisten, adalah karena dikelola dengan tidak tepat. Kuncinya lagi-lagi pada gaya kepempimpinan. Terutama di organisasi publik, kebanyakan para pimpinan masih terjebak pada gaya yang transaksional. Semuanya ditransaksikan dengan cara memberikan reward atau punishment. Padahal bukan itu yang diinginkan oleh smart people. Kuncinya adalah pemberdayaan. Kepemimpinan yang transformasional.
1. smart people butuh pengakuan. Ini penting buat memenangkan egonya
2. smart people umumnya lebih terbuka. Pemimpin transformasional perlu menjelasakan alasan mengapa diperlukan perubahan, apa yang dituju dan apa benefitnya. BUKAN hanya sekedar instruksi, apalagi melulu alasannya adalah Instruksi Pimpinan. BIG NO. 
3. Berikan ruang untuk smart people memberikan masukan, berikan akses komunikasi yang baik, beri tantangan, tumbuhkan iklim partisipatif. Ini balik lagi ke point nomor 1. Smart people butuh pengakuan. Dengan dilibatkannya mereka dalam keputusan-keputusan organisasi, mereka akan merasa dihargai dan bertanggungjawab atas keputusan yang diambil bersama.

Terdengar sangat teroritis ya? hehehe,,tapi sejujurnya, saya pribadi pernah mengalami masa di mana saya merasa sangat excited menjalani hari-hari saya berkerja. Masa di  mana ruang diskusi selalu terbuka, dimana ide-ide saya ditampung, dan dikembangkan bersama-sama.  Bukan berarti saya ngaku-ngaku saya itu smart ya,,,tapi pada masa itu, terbukti kami bisa bersama-sama mengembangkan berbagai inovasi dan bahkan memperoleh capaian kinerja terbaik se BPK. Benar-benar masa yang menyenangkan. hehehe. 

"A true leader doesn't create separation, a true leader brings people together"

--dan pada akhirnya ini menjadi suatu refleksi bagi saya pribadi, ,bahwa pada kondisi saat ini, sepertinya saya memang dalam kondisi yang KEMINTER dan dengan tingkat resistensi yang sangat besar---

(Agustus 2021)




Komentar